Selasa, 24 Maret 2009

जलन जलन yuk

sebuah pengingat
( Surat Dari Iblis)

( Surat ini akan membuat anda benar-benar berfikir) (Sebenarnya surat ini hampir membuatku Gila saat aku membacanya, tapi aku harus memforwardnya karena catatan kecil dibawahnya)

SURAT DARI SETAN UNTUK MU

Aku melihatmu kemarin, saat engkau memulai aktifitas harianmu.

Kau bangun tanpa sujud mengerjakan subuhmu Bahkan kemudian, kau juga tidak mengucapkan "Bismillah" sebelum memulai santapanmu, juga tidak sempat mengerjakan shalat Isha sebelum berangkat ketempat tidurmu Kau benar2 orang yang bersyukur, Aku menyukainya Aku tak dapat mengungkapkan betapa senangnya aku melihatmu tidak merubah cara hidupmu.

Hai Bodoh, Kamu millikku.

Ingat, kau Dan aku sudah bertahun-tahun bersama, Dan aku masih belum bisa benar2 mencintaimu .

Malah aku masih membencimu, karena aku benci Allah.

Aku hanya menggunakanmu untuk membalas dendamku kepada Allah.

Dia sudah mencampakkan aku dari surga, Dan aku akan tetap memanfaatkanmu sepanjang masa untuk mebalaskannya

Kau lihat, ALLAH MENYAYANGIMU Dan dia masih memiliki rencana-rencana untukmu dihari depan.

Tapi kau sudah menyerahkan hidupmu padaku, Dan aku akan membuat kehidupanmu seperti neraka.

Sehingga Kita bisa bersama dua kali Dan ini akan menyakiti hati ALLAH

Aku benar-benar berterimakasih padamu, karena aku sudah menunjukkan kepada NYA siapa yang menjadi pengatur dalam hidupmu dalam masa2 yang kita jalani

Kita nonton film porno bersama, memaki orang, mencuri, berbohong, munafik, makan sekenyang-kenyangya , guyon2an jorok, bergosip, manghakimi orang, menghujam orang dari belakang, tidak hormat pada orang tua , Tidak menghargai Masjid, berperilaku buruk.

TENTUNYA kau tak ingin meninggalkan ini begitu saja.

Ayolah, Hai Bodoh, kita terbakar bersama, selamanya.

Aku masih memiliki rencana2 hangat untuk kita.

Ini hanya merupakan surat penghargaanku untuk mu.

Aku ingin mengucapkan 'TERIMAKASIH' karena sudah mengizinkanku memanfaatkan hampir semua masa hidupmu.

Kamu memang sangat mudah dibodohi, aku menertawakanmu.

Saat kau tergoda berbuat dosa kamu menghadiahkan tawa.

Dosa sudah mulai mewarnai hidupmu.

Kamu sudah 20 tahun lebih tua, dan sekarang aku perlu darah muda.

Jadi, pergi dan lanjutkanlah mengajarkan orang-orang muda bagaimana berbuat dosa.

Yang perlu kau lakukan adalah merokok, mabuk-mabukan, berbohong, berjudi, bergosip, dan hiduplah se-egois mungkin.

Lakukan semua ini didepan anak-anak dan mereka akan menirunya.

Begitulah anak-anak .

Baiklah, aku persilahkan kau bergerak sekarang.

Aku akan kembali beberapa detik lagi untuk menggoda mu lagi.

Jika kau cukup cerdas, kau akan lari sembunyi, dan bertaubat atas dosa-dosamu.

Dan hidup untuk Allah dengan sisa umurmu yang tinggal sedikit.

Memperingati orang bukan tabiatku, tapi diusiamu sekarang dan tetap melakukan dosa, sepertinya memang agak aneh.

Jangan salah sangka, aku masih tetap membencimu.

Hanya saja kau harus menjadi orng tolol yang lebih baik dimata ALLAH.

Catatan : Jika kau benar2 menyayangiku , kau tak akan membagi surat ini dengan siapapun


... diambil dr kiriman temen JMG..... mg msh pd ingat jg ya....

जिल्बब इतु................




Banyak syubhat di lontarkan kepada kaum muslimah yang ingin berjilbab. Syubhat yang 'ngetrend' dan biasa kita dengar adalah
"Buat apa berjilbab kalau hati kita belum siap, belum bersih, masih suka 'ngerumpi' berbuat maksiat dan dosa-dosa lainnya, percuma dong pake jilbab! Yang penting kan hatinya!"
lalu tercenunglah saudari kita ini membenarkan pendapat kawannya tadi.

Syubhat lainnya lagi adalah
" Liat tuh, kan ada hadits yang berbunyi: Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk(rupa) kalian tapi Allah melihat pada hati kalian..!. Jadi yang wajib adalah hati, menghijabi hati kalau hati kita baik maka baik pula keislaman kita walau kita tidak berkerudung!"
Benarkah demikian ya ukhti,, ?? (Tidddaaaaaaakkkk....!!!!!)


Saudariku muslimah, semoga Allah merahmatimu, siapapun yang berfikiran dan berpendapat demikian maka wajiblah baginya untuk bertaubat kepada Allah Ta'ala memohon ampun atas kejahilannya dalam memahami syariat yang mulia ini. Jika agama hanya berlandaskan pada akal dan perasaan maka rusaklah agama ini. Bila agama hanya didasarkan kepada orang-orang yang hatinya baik dan suci, maka tengoklah di sekitar kita ada orang-orang yang beragama Nasrani, Hindu atau Budha dan orang kafir lainnya liatlah dengan seksama ada di antara mereka yang sangat baik hatinya, lemah lembut, dermawan, bijaksana. Apakah Anda setuju untuk mengatakan mereka adalah muslim? Tentu akal Anda akan mengatakan " Tentu tidak! Karena mereka tidak mengucapkan syahadatain, mereka tidak memeluk islam, perbuatan mereka menunjukkan mereka bukan orang islam." Tentu Anda akan sependapat dengan saya bahwa kita menghukumi seseorang berdasarkan perbuatan yang nampak(zahir) dalam diri orang itu.

Lalu bagaimana pendapat Anda ketika Anda melihat seorang wanita di jalan berjalan tanpa jilbab, apakah Anda bisa menebak wanita itu muslimah ataukah tidak? Sulit untuk menduga jawabannya karena secara lahir (dzahir) ia sama dengan wanita non muslimah lainnya. Ada kaidah ushul fiqih yang mengatakan "alhukmu ala dzawahir amma al bawathin fahukmuhu ala llah' "artinya hukum itu dilandaskan atas sesuatu yang nampak adapun yang batin hukumnya adalah terserah Allah.

Rasanya tidak ada yang bisa menyangsikan kesucian hati ummahatul mukminin (istri-istri Rasulullah shalallahu alaihi wassalam) begitupula istri-istri sahabat nabi yang mulia (shahabiyaat). Mereka adalah wanita yang paling baik hatinya, paling bersih, paling suci dan mulia. Tapi mengapa ketika ayat hijab turun agar mereka berjilbab dengan sempurna (lihat
QS: 24 ayat 31 dan QS: 33 ayat 59) tak ada satupun riwayat termaktub mereka menolak perintah Allah Ta'ala. Justru yang kita dapati mereka merobek tirai mereka lalu mereka jadikan kerudung sebagai bukti ketaatan mereka. Apa yang ingin Anda katakan? Sedangkan mengenai hadits di atas, banyak diantara saudara kita yang tidak mengetahui bahwa hadits di atas ada sambungannya. Lengkapnya adalah sebagai berikut:

Dari Abu Hurairah, Abdurrahman bin Sakhr radhiyallahu anhu dia berkata, Rasulullah bersabda: "
Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk tubuh-tubuh kalian dan tidak juga kepada bentuk rupa-rupa kalian, tetapi Dia melihat hati-hati kalian
"(HR. Muslim 2564/33).

Hadits diatas ada sambungannya yaitu pada nomor hadits 34 sebagai berikut:

"Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk rupa kalian dan juga harta kalian, tetapi Dia melihat hati dan perbuatan kalian. "(HR.Muslim 2564/34).

Semua adalah seiring dan sejalan, hati dan amal. Apabila hanya hati yang diutamakan niscaya akan hilanglah sebagian syariat yang mulia ini. Tentu kaum muslimin tidak perlu bersusah payah menunaikan shalat 5 waktu, berpuasa dibulan Ramadhan, membayar zakat dan sedekah atau bersusah payah menghabiskan harta dan tenaga untuk menunaikan ibadah haji ketanah suci Mekah atau amal ibadah lainnya. Tentu para sahabat tidak akan berlomba-lomba dalam beramal (beribadah) cukup mengandalkan hati saja, toh mereka adalah sebaik-baik manusia di atas muka bumi ini. Akan tetapi justru sebaliknya, mereka adalah orang yang sangat giat beramal.

Tengoklah satu kisah indah diantara kisah-kisah indah lainnya. Urwah bin Zubair Radhiyallahu anhu misalnya, Ayahnya adalah Zubair bin Awwam, Ibunya adalah Asma binti Abu Bakar, Kakeknya Urwah adalah Abu Bakar Ash-Shidik, bibinya adalah Aisyah Radhiyallahu anha istri Rasulullah Shalallahu alaihi wassalam. Urwah lahir dari nasab dan keturunan yang mulia jangan ditanya tentang hatinya, ia adalah orang yang paling lembut hatinya toh masih bersusah payah giat beramal, bersedekah dan ketika shalat ia bagaikan sebatang pohon yang tegak tidak bergeming karena lamanya ia berdiri ketika shalat. Aduhai,..betapa lalainya kita ini,..banyak memanjangkan angan-angan dan harapan padahal hati kita tentu sangat jauh suci dan mulianya dibandingkan dengan generasi pendahulu kita. Wallahu'alam bish-shawwab.

Muraja'ah oleh ust. Eko Hariyanto Lc
*Mahasiswa paska sarjana Fakultas Syari'ah Universitas Imam Ibnu Saud, Riyadh,KSA.

Sabtu, 14 Maret 2009

Memohon Curahan Cinta-Mu, Kecintaan

“Katakanlah, ‘jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku (muhammad),
niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu,’ Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali Imraan : 31)

“Ya Allah, aku memohon curahan cinta-Mu dan kecintaan orang-orang yang
mencintai-Mu, serta memohon curahan amal yang dapat mengantarkan diriku
mencintai-Mu. Ya Allah, jadikanlah kecintaan kepada-Mu lebih tertanam dalam
jiwaku melebihi kecintaanku kepada diri sendiri dan keluargaku” (HR. Tirmidzi)
Yaa Allah berikan kecintaan pada diri kami, kecintaan yang sebenar-benarnya
kepada-Mu
Kecintaan yang sebenar-benarnya kepada nabi-Mu...
Jadikan tauhid jalan hidup dan darah kami...

KIAT-KIAT MEMPERERAT CINTA SUAMI ISTRI
Oleh: Ustadz Fariq Gasim Anuz
Ada kejadian, seorang laki-laki sebelum menikah menginginkan istri yang cantik
parasnya dan beberapa kriteria lainnya. Tetapi pada saat pernikahan, dia mendapatkan
istrinya sangat jauh dari kriteria yang ia tetapkan. Subhanallah! Inilah jodoh, walaupun
sudah berusaha keras, tetapi jika Allah menghendaki lain, semua akan terjadi. Pada
awalnya ia terkejut karena istrinya ternyata kurang cantik, padahal sebelumnya sudah
nazhar (melihat) calon istrinya tersebut. Sampai ayah dari pihak suami menganjurkan
anaknya untuk menceraikan istrinya tersebut. Tetapi kemudian ia bersabar. Dan
ternyata ia mendapati istrinya tersebut sebagai wanita yang shalihah, rajin shalat, taat
kepada orang tuanya, taat kepada suaminya, selalu menyenangkan suami, juga rajin
shalat malam.
Pada akhirnya, setelah sekian lama bergaul, sang suami ini merasa benar-benar
puas dengan istrinya. Bahkan ia berpikir, lama-kelamaan istrinya bertambah cantik,
dan ia sangat mencintai serta menyayanginya. Karena kesabaranlah Allah
menumbuhkan cinta dan ketentraman. Ternyata faktor fisik tidaklah begitu pokok
dalam menentukan kebahagiaan dan keharmonisan rumah tangga, walaupun bisa juga
ikut berperan menentukan.
Berikut ini kami awaken kiat-kiat praktis sebagai ikhtiar merekatkan cinta kasih
antara suami istri, sehingga keharmonisan bisa tercipta.
Pertama.
Saling memberi hadiah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah bersabda:
“Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling cinta mencintai.”
(HR. Bukhari dlm Adabul Mufrad, dihasankan oleh Syaikh al Albani)
Memberi hadiah merupakan salah satu bentuk perhatian seorang suami kepada
istrinya, atau istri kepada suaminya. Terlebih bagi istri, hadiah dari suami mempunyai
nilai yang sangat mengesankan. Hadiah tidak harus mahal, tetapi sebagai simbol
perhatian suami kepada istri.
Seorang suami yang ketika pulang membawa sekedar oleh-oleh kesukaan
istrinya, tentu akan membuat sang istri senang dan merasa mendapat perhatian. Dan
seorang suami, semestinya lebih mengerti apa yang lebih disenangi oleh istrinya. Oleh
karena itu, para suami hendaklah menunjukkan perhatian kepada istri, diungkapkan
dengan memberi hadiah meski sederhana.
Kedua.
Mengkhususkan waktu untuk duduk bersama
Jangan sampai antara suami istri sibuk dengan urusan masing-masing, dan tidak
ada waktu untuk duduk bersama. Ada pertanyaan yang diajukan kepada Syaikh bin
Baaz. Ada seorang pemuda tidak memperlakukan istri dengan baik. Yang menjadi
penyebabnya, karena ia sibuk menghabiskan waktunya untuk berbagai pekerjaan yang
berhubungan dengan studi dan lainnya, sehingga meninggalkan istri dan anak-anaknya
dalam waktu lama. Masalah ini ditanyakan kepada Syaikh, apakah diperbolehkan

sibuk menuntut ilmu dan sibuk beramal dengan resiko mengambil waktu yang
seharusnya dikhususkan untuk isteri?
Syaikh bin Bazz menjawab pertanyaan ini. Beliau menyatakan, tidak ragu lagi,
bahwa wajib atas suami untuk memperlakukan istrinya dengan baik berdasarkan
firman Allah:
“Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa’:19)
Juga sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepada Abdullah bin ‘Amr
bin Ash, yaitu manakal sahabat ini sibuk dengan shalat malam dan sibuk dengan
puasa, sehingga lupa dan lalai terhadap istrinya, maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam berkata:
“Puasalah dan berbukalah. Tidur dan bangunlah. Puasalah sebulan selama tiga
hari, karena sesungguhnya kebaikan itu memiliki sepuluh kali lipat. Sesungguhnya
engkau memiliki kewajiban atas dirimu. Dirimu sendiri memiliki hak dan engkau
juga mempunyai kewajiban terhadap isterimu, juga kepada tamumu. Maka,
berikanlah haknya setiap orang yang memiliki hak.” (Muttafaqun ‘alaihi).
Banyak hadits yang menunjukkan adanya kewajiabn agar suami memperlakukan
isteri dengan baik. Oleh karena itu, para pemuda dan para suami hendaklah
memperlakukan isteri dengan baik, berlemah lembut sesuai dengan kemampuan.
Apabila memungkinkan untuk belajar dan menyelesaikan tugas-tugasnya di rumah,
maka lakukanlah di rumah, sehingga disamping dia mendapatkan ilmu dan
menyelesaikan tugas, dia juga dapat membuat isteri dan anak-anaknya senang.
Kesimpulannya, adalah disyari’atkan atas suami mengkhususkan waktu-waktu
tertentu, meluangkan waktu untuk isterinya, agar sang isteri merasa tentram,
memperlakukan isterinya dengan baik; terlebih lagi apabila tidak memiliki anak.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluarganya.
Dan saya adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.”
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga bersabda:
“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang tebaik akhlaknya di antara
mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.”
(HR. Tirmidzi)
Sebaliknya, seorang istri juga disyari’atkan untuk membantu suaminya, misalnya
menyelesaikan tugas-tugas studi ataupun tugas kantor. Hendaklah dia bersabar apabila
suaminya memiliki kekurangan karena kesibukannya, sehingga kurang memberikan
waktu yang cukup kepada isterinya. Berdasarkan firman Allah, hendaklah antara suami
dan istri saling bekerjasama :

“Tolong menolonglah kalian di atas kebaikan dan takwa.” (QS. Al Maidah :2)
Juga berdasarkan keumuman sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Allah akan selalu menolong hamba-Nya selama hamba-Nya itu menolong
saudaranya.” (Muttafaqun ‘alaihi, diterjemahkan dari buku Fatawa Islamiyyah)
Nasihat Syaikh bin Baaz tersebut ditujukan kepada kedua belah pihak. Kepada
suami hendaklah benar-benar tidak sampai melalaikan, dan kepada istri pun untuk bisa
bersabar dan memahami apabila suaminya sibuk bukan untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat. Untuk para isteri, bisa juga mengoreksi diri mereka. Mungkin diantara
sebab suami tidak kerasan di rumah karena memiliki isteri yang sering marah, selalu
bermuka masam dan ketus apabila berbicara.
Ketiga.
Menampakkan wajah yang ceria
Di antara cara untuk mempererat cinta kasih, hendaklah menampakkan wajah
yang ceria. Ungkapan dengan bahasa wajah, mempunyai pengaruh yang besar dalam
kegembiraan dan kesedihan seseorang. Seorang isteri akan senang jika suaminya
berwajah ceria, tidak cemberut. Secara umum Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam
bersabda:
“Sedikit pun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun
ketika berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR.
Muslim)
Begitu pula sebaliknya, ketika suami datang, seorang isteri jangan sampai
menunjukkan wajah cemberut atau marah. Meskipun demikian, hendaknya seorang
suami juga bisa memahami kondisi isteri secara kejiwaan. Misalnya, isteri yang sedang
haidh atau nifas, terkadang melakukan tindakan yang menjengkelkan. Maka seorang
suami hendaklah bersabar. Ada pertanyaan dari seorangb isteri yang disampaiakan
kepada Syaikh bin Baaz, sebagai berikut:
Suami saya-semoga Allah memaafkan dia-, meskipun dia berpegang teguh
dengan agama dan memiliki akhlak yang tinggi serta takut kepada Allah, tetapi dia
tidak memiliki perhatian kepada saya sedikitpun. Jka di rumah, ia selalu berwajah
cemberut, sempit dadanya dan terkadang dia mengatakan bahwa sayalah penyebab
masalahnya. Tetapi Allah lah yang mengetahui bahwa saya-alhamdulillah-telah
melaksanakan hak-haknya. Yakni menjalankan kewajiban saya sebagai isteri. Saya
berusaha semaksimal mungkin dapat memberikan ketenangan kepada suami dan
menjauhkan segala hal yang membuatnya tidak suka. Saya selalu sabar atas tindakantindakannya
terhadap saya.
Setiap saya bertanya sesuatu kepadanya, dia selalu marah, dan dia mengatakan
bahwa ucapan saya tidak bermanfaat dan kampungan. Padahal perlu diketahui, jika
kepada teman-temannya, suami saya tersebut termasuk murah senyum. Sedangkan

terhadap saya, ia tidak pernah tersenyum; yang ada hanyalah celaan dan perlakuan
buruk. Hal ini menyakitkan dan saya merasa sering tersiksa dengan perbuatannya.
Saya ragu-ragu dan beberapa kali berpikir untuk meninggalkan rumah.
Wahai Syaikh, apabila saya meninggalkan rumah dan mendidik sendiri anakanak
saya dan berusaha mencari pekerjaan untuk membiayai anak-anak saya sendiri,
apakah saya berdosa? Ataukah saya harus tetap tinggal bersama suami dalam keadaan
seperti ini, (yaitu) jarang berbicara dengan suami, (ia) tidak bekerja sama dan tidak
merasakan problem saya ini?
Di jawab oleh Syaikh bin Baaz: “Tidak diragukan lagi, bahwa kewajiban atas
suami isteri ialah bergaul dengan baik dan saling menampakkan wajah penuh dengan
kecintaan. Dan hendaklah berakhlak dengan akhlak yang mulia, (yakni) dengan
menampakkan wajah ceria, berdasarkan firman Allah:
“Pergaulilah mereka dengan baik.” (QS. An Nisa:19)
Juga dalam surat Al Baqarah ayat 228:
“Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut
cara yang ma’ruf, akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan
daripada isteri.” (QS. Al Baqarah :228)
Arti kelebihan disini, secara umum laki-laki lebih unggul daripada wanita. Tetapi
nilai-nilai yang ada pada setiap individu di sisi Allah, tidak berarti laki-laki pasti
derajatnya lebih tinggi. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah
adalah yang paling bertakwa. Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi
Wassalam:
“Kebaikan itu adalah akhlak yang baik.” (HR. Muslim)
Dan berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Sedikitpun janganlah engkau menganggap remeh perbuatan baik, meskipun ketika
berjumpa dengan saudaramu engkau menampakkan wajah ceria.” (HR. Muslim)
Juga berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Orang yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaknya di antara
mereka. Dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik terhadap isteri-isteri kalian.”
(HR. Tirmidzi)

Ini semua menunjukkan, bahwa motivasi berakhlak yang baik dan menampakkan
wajah ceria pada saat bertemu serta bergaul dengan baik kepada kaum Muslimin,
berlaku secara umum; terlebih lagi kepada suami atau isteri dan kerabat. Oleh karena
itu, engkau telah berbuat baik dalam hal kesabaran dan ketabahan atas penderitaanmu,
yaitu menghadapi kekasaran dan keburukan suamimu. Saya berwasiat kepada dirimu
untuk terus meningkatkan kesabaran dan tidak meninggalkan rumah di karenakan hal
itu. Insya Allah akan mendatangkan kebaikan yang banyak. Dan akibat yang baik,
insya Allah diberikan kepada orang-orang yang sabar. Banyak ayat yang
menunjukkan, barangsiapa yang bertakwa dan bersabar, maka sesungguhnya balasan
yang baik itu bagi orang-orang yang bertakwa. Dan sesungguhnya Allah akan
memberi ganjaran yang besar tanpa hisab kepada orang-orang yang sabar.
Tidak ada halangan dan rintangan untuk bercanda dan bergurau, serta mengajak
bicara suami dengan ucapan-ucapan yang dapat melunakkan hatinya, dan yang dapat
menyebabkan lapang dadanya dan menumbuhkan kesadaran akan hak-hakmu.
Tinggalkanlah tuntutan-tuntutan kebutuhan dunia (yang tidak pokok) selama sang
suami melaksanakan kewajiban dengan memberikan nafkah dari kebutuhan-kebutuhan
pokok, sehingga ia menjadi lapang dada dan hatinya tenang. Engkau akan merasakan
balasan yang baik, insya Allah. Semoga Allah memberikan taufik kepada dirimu untuk
mendapatkan kebaikan dan memperbaiki keadaan suamimu. Semoga Allah
membimbingnya kepada kebaikan dan memperbaiki akhlaknya. Semoga Allah
membimbingnya untuk dapat bermuka ceria dan melaksanakan kewajibankewajibannya
kepada isterinya dengan baik. Sesungguhnya, Allah adalah sebaik-baik
yang diminta, dan Dia adalah pemberi hidayah kepada jalan yang lurus. (Dinukil dari
buku Fatawa Islamiyyah).
Ini menunjukkan, bahwa seorang wanita diperbolehkan untuk mengeluh dan
menyampaikan problemnya kepada orang yang alim, atau orang yang dianggap bisa
menyelesaikan masalahnya. Hal ini tidak sama dengan sebagian wanita yang sering,
atau suka menceritakan rahasia rumah tangganya, termasuk kelemahan dan keburukan
suaminya kepada orang lain, tanpa bermaksud menyelesaikan masalahnya.
Sehubungan dengan permasalahan ini, Syaikh Utsaimin mengatakan, bahwa apa
yang disampaikan oleh sebagian wanita yang menceritakan keadaan rumah tangganya
kepada kerabatnya, bisa jadi (kepada) orang tua isteri atau kakak perempuannya, atau
kerabat yang lainnya, bahkan kepada teman-temannya, (hukumnya) adalah
diharamkan. Tidak halal bagi seorang wanita membuka rahasia rumah tangganya dan
keadaan suaminya kepada seorangpun. Karena seorang wanita yang shalihah adalah
yang bisa menjaga dan memelihara kedudukanmartabat suaminya. Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam telah memberitakan, seburuk-buruk manusia kedudukannya disisi
Allah pada hari Kiamat ialah seorang laki-laki yang suka menceritakan keburukan
isterinya atau seorang wanita yang menceritakan keburukan suaminya.
Meski demikian, jangan dipahami bahwa secara mutlak seorang wanita tidak
boleh menceritakan keburukan seorang suami. Karena, pada masa Nabi Shalallahu
‘Alaihi Wassalam pun ada seorang wanita yang datang kepada Rasulullah Shalallahu
‘Alaihi Wassalam dan berkata: “Ya, Rasulullah. Suami saya adalah orang yang kikir,
tidak memberi nafkah yang cukup bagi saya. Bolehkah saya mengambil darinya tanpa
sepengetahuannya untuk sekedar mencukupi kebutuhan saya dan anak saya?”

Mendengar penuturan orang ini, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab:
“Ambillah nominal yang mencukupi kebutuhanmu dan anakmu.” (Muttafaqun
‘alaih)
Keempat.
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya
Memberikan penghormatan dengan hangat kepada pasangannya, baik ketika
hendak pergi keluar rumah ataupun ketika pulang. Penghormatan itu hendaklah
dilakukan dengan mesra. Dalam beberapa hadits diriwayatkan, ketika hendak pergi
shalat, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mencium isterinya tanpa berwudhu
lagi dan langsung shalat. Ini menunjukkan, bahwa mencium isteri dapat mempererat
hubungan antara suami isteri, meluluhkan kebekuan ataupun kekakuan antara suami
isteri. Tentunya dengan melihat situasi, jangan dilakukan di hadapan anak-anak.
Perbuatan sebagian orang ketika seorang isteri menjemput suaminya yang datang
dari luar kota atau dari luar negeri, ia mencium pipi kanan dan pipi kiri di tempat
umum. Demikian ini tidak tepat. Memberikan penghormatan dengan hangat tidak
mesti dengan mencium pasangannya. Misalnya, seorang suami dapat memanggil
isterinya dengan baik, tidak menjelek-jelekkan keluarganya, tidak menegur isterinya
dihadapan anak-anak mereka. Atau seorang isteri, bila melakukan penghormatan
dengan menyambut kedatangan suaminya di depan pintu. Apabila suami hendak
bepergian, isteri menyiapkan pakaian yang telah disetrika dan dimasukkannya ke
dalam tas dengan rapi.
Suami hendaknya menghormati isterinya dengan mendengarkan ucapan isteri
secara seksama. Sebab terkadang, ada sebagian suami, jika isterinya berbicara, ia
justru sibuk dengan handphonenya mengirim sms atau sambl membaca Koran. Dia
tidak serius mendengarkan ucapan isterinya. Dan jika menanggapinya, hanya dengan
kata-kata singkat. Jika isteri mengeluh, suami mengatakan “hal seperti ini saja
dipikirkan!”
Meskipun sepele atau ringan, tetapi hendaklah suami menanggapinya dengan
serius, karena bagi isteri mungkin merupakan masalah yang besar dan berat.
Kelima.
Hendaklah memuji pasangannya
Di antara kebutuhan manusia adalah keinginan untuk di puji- dalam batas- yang
wajar. Dalam masalah pujian ini, para ulama telah menjelaskan, bahwa pujian
diperbolehkan atau bahkan dianjurkan dengan syarat-syarat: untuk memberikan
motivasi, pujian itu diungkapkan dengan jujur dan tulus, dan pujian itu tidak
menyebabkan orang yang dipuji menjadi sombong atau lupa diri.
Abu Bakar As Siddiq radhiallahu amhu pernah di puji, dan dia berdoa kepada
Allah: “Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku dengan apa yang mereka ucapkan.
Jangan jadikan dosa bagiku dengan pujian mereka, jangan timbulkan sifat sombong.
Jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka sangka, dan ampunilah aku atas
perbuatan-perbuatan dosa yang mereka tidak ketahui.”

Perkataan ini juga di ucapkan oleh Syaikh Al Albani ketika beliau di puji-puji
oleh seseorang dihadapan manusia. Beliau rahimahullah menangis dan mengucapkan
perkataan Abu Bakar tersebut serta mengatakan: “Saya ini hanyalah penuntut ilmu
saja”.
Seorang isteri senang pujian dari suaminya, khususnya dihadapan orang lain,
seperti keluarga suami atau isteri. Dia tidak suka jika suami menyebutkan aibnya,
khususnya dihadapan orang lain. Jika masakan isteri kurang sedap jangan dicela.
Keenam.
Bersama-sama melakukan tugas yang ringan
Di antara kesalahan sebagian suami ialah, mereka menolak untuk melakukan
sebagian tugas di rumah. Mereka mempunyai anggapan, jika melakukan tugas di
rumah, berarti mengurangi kedudukannya, menurunkan atau menjatuhkan
kewibawaannya di hadapan sang isteri. Pendapat ini tidak benar.
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam melakukan tugas-tugas di rumah, seperti
menjahit pakaiannya sendiri, memperbaiki sandalnya dan melakukan tugas-tugas di
rumah. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya dan terdapat dalam
Jami’ush Shaghir. Terlebih lagi dalam keadaan darurat, seperti isteri sedang sakit
setelah melahirkan. Terkadang isteri dalam keadaan repot, maka suami bisa
meringankan beban isteri dengan memandikan anak atau menyuapi anak-anaknya. Hal
ini disamping menyenangkan isteri, juga dapat menguatkan ikatan yang lebih erat lagi
antara ayah dan anak-anaknya.
Ketujuh.
Ucapan yang baik
Kalimat yang baik adalah kalimat-kalimat yang menyenangkan. Hendaklah
menghindari kalimat-kalimat yang tidak menyenangkan, bahkan menyakitkan.
Seorang suami yang menegur isterinya karena tidak berhias, tidak mempercantik diri
dengan celak dimata, harus dengan ucapa yang baik. (Nasihat untuk akhwat yg
berkeluarga atau ibu-ibu. Hendaknya wanita mempercantik diri dan berhias untuk
suaminya. Yang terjadi, umumnya berdandan dan mempercantik diri kalau mau keluar
rumah, atau kalau ada walimah, misalnya. Sedangkan di rumah, ia enggan
mempercantik diri dan tampil seadanya. Padahal berdandan dan mempercantik diri
untuk keluar rumah hukumnya haram.)
Misalnya dengan perkataan “Mengapa engkau tidak memakai celak?” Isteri
menjawab dengan kalimat yang menyenangkan: “Kalau aku memakai celak, akan
mengganggu mataku untuk melihat wajahmu”.
Perkataan yang demikian menunjukkan ungkapan perasaan cinta isteri kepada
suami. Ketika ditegur, ia menjawab dengan kalimat yang menyenangkan. Berbeda
dengan kasus lain. Saat suami isteri berjalan-jalan di bawah bulan pernama, suami
bertanya:”Tahukah engkau bulan purnama di atas?” Mendengar pertanyaan ini, sang
isteri menjawab:”Apakah engkau lihat aku buta?”
Kedelapan. Perlu berekreasi berdua tanpa membawa anak
Rutinitas pekerjaan suami di luar rumah dan pekerjaan isteri di rumah membuat
suasana menjadi keruh. Sekali-kali diperlukan suasana lain dengan cara pergi berdua
tanpa membawa anak. Hal ini sangat penting, karena bisa memperbaharui cinta suami

isteri. Kita mempunyai anak, lantas bagaimana caranya? Ini memang sebuah problem.
Kita cari solusinya, jangan menyerah begitu saja.
Bukan berarti setelah mempunyai anak banyak tidak bisa pergi berdua. Tidak!
kita bisa meminta tolong kepada saudara, kerabat ataupun tetangga untuk menjaga
anak-anak, lalu kita dapat pergi bersilaturahmi atau belanja ke toko dan lain
sebagainya. Kemudian pada kesempatan lainnya, kita pergi berekreasi membawa isteri
dan anak-anak.
Kesembilan.
Hendaklah memiliki rasa empati pada pasangannya
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminan antara satu dengan yang lainnya itu seperti satu
tubuh. Apabila ada satu anggota tubuh yang sakit, maka anggota tubuh yang lain
pun ikut merasakannya sebagai orang yang tidak dapat tidur dan orang yang
terkena penyakit demam.” (HR. Muslim)
Ini berlaku secara umum kepada semua kaum muslimin. Rasa empati harus ada.
Yaitu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, termasuk kepada isteri atau
suami. Jangan sampai suami sakit, terbaring ditempat tidur, isteri tertawa-tawa
disampingnya, bergurau, bercanda. Begitu pula sebaliknya, jangan sampai karena
kesibukan, suami kemudian kurang merasakan apa yang dirasakan oleh isteri.
Kesepuluh. Perlu adanya keterbukaan
Keterbukaan antara suami dan isteri sangat penting. Di antara problem yang
timbul di keluarga, lantaran antara suami dan isteri masing-masing menutup diri, tidak
terbuka menyampaikan problemnya kepada pasangannya. Yang akhirnya kian
menumpuk. Pada gilirannya menjadi lebih besar, sampai akhirnya meledak.
Inilah sepuluh tips untuk merekatkan hubungan suami isteri, sehingga biduk
rumah tangga tetap harmonis dan tentram. Semoga bermanfaat, menjadi bekal
keharmonisan keluarga.


Dikutip dari Majalah As Sunnah Edisi Khusus 7&8 Thn IX/1426H/2005M

Kamis, 05 Maret 2009

Semangat berjuang "fillah"!

Kenapa harus berputus asa ketika cobaan itu datang mendera, seolah-olah semua gelap dan kelam, padahal tujuan kita adalah Alloh, yang memberikan segala sesuatunya,hanyalah dari dia, mengapa harus berputus asa, kita kerja kita niatkan untuk ibadah, semakin sulit insya Alloh pahala semakin besar pula, kita berjuang melalui berbagai rintangan yakinlah semua berproses dan Alloh tidak menilai hasilnya melainkan proses yang panjang tersebut.

Semangat berjuang "fillah"!

Kenapa harus berputus asa ketika cobaan itu datang mendera, seolah-olah semua gelap dan kelam, padahal tujuan kita adalah Alloh, yang memberikan segala sesuatunya,hanyalah dari dia, mengapa harus berputus asa, kita kerja kita niatkan untuk ibadah, semakin sulit insya Alloh pahala semakin besar pula, kita berjuang melalui berbagai rintangan yakinlah semua berproses dan Alloh tidak menilai hasilnya melainkan proses yang panjang tersebut.

Rabu, 04 Maret 2009

bidadari mata jeli

Al-Imam Ath Thabrani meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah, bahwa ia Radhiyallaahu ’Anha berkata, ”Ya Rasulullah, jelaskanlah padaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli (Ad Dukhan 51-54)...!”

Beliau menjawab, ”Bidadari yang kulitnya bersih, matanya jeli dan lebar, rambut berkilau bak sayap burung Nasar.”
Hmm.. bisa dibayangkan?

Aku (Ummu Salamah) berkata lagi, ”Jelaskanlah padaku Ya Rasulullah, tentang firman-Nya: Laksana mutiara yang tersimpan baik (Al Waqi’ah 23)...!”

Beliau menjawab, ”Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tak pernah tersentuh tangan manusia...”
Subhaanallah...

Aku bertanya, ”Ya Rasulullah, jelaskanlah kepadaku tentang firman Allah: Di dalam surga itu ada bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik (Ar Rahman 70)...!”

Allah menjawab, ”Akhlaqnya baik dan wajahnya cantik jelita.”
Allaahu Akbar...!

Aku bertanya lagi, Jelaskanlah padaku firman Allah: Seakan-akan mereka adalah telur (burung unta) yang tersimpan baik.” (Ash Shaffat 49)...!”

Beliau menjawab, ”Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada pada bagian dalam telur dan terlindung dari kulit bagian luarnya, atau yang biasa disebut putih telur.”
Subhaanallah...

Aku bertanya lagi, ”Ya Rasulullah, jelaskan padaku firman Allah: Penuh cinta lagi sebaya umurnya (Al Waqi’ah 37)...!”

Beliau menjawab, ”Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia dalam usia lanjut dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Allah menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi, dan umurnya sebaya.”
O-ow... makin tambah banyak saingan nih... :P

Aku bertanya, “Ya Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari seperti kelebihan apa yang nampak dari apa yang tidak terlihat.”
Subhaanallah… Allaahu Akbar...!

Aku bertanya, “Mengapa wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka pada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuningan, sanggulnya mutiara, dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ’Kami hidup abadi dan tidak mati. Kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali. Kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali. Kami ridha dan tak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya’.”
Subhaanallaah... Allaahu Akbar...!
Yess!!!

Aku berkata, ”Ya Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan merekapun masuk surga. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Beliau menjawab, ”Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang paling baik akhlaqnya. Lalu dia berkata, ”Rabbi, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya...”
”...Wahai Ummu Salamah, akhlaq yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”


Untuk memaksimalkan langkah dalam menantikan kedatangan jodoh kita, maka di bawah ini ada beberapa ikhtiar yang bisa kita pahami dan untuk selanjutnya dapat kita lakukan sebagai seorang manusia, yang di antaranya:

a. Jagalah Kesucian Dirimu

Barangsiapa menginginkan pasangan hidupnya kelak adalah orang yang baik, maka dirinya harus berusaha untuk menjadi baik terlebih dahulu. Jika kita menginginkan yang menjadi jodoh kita kelak adalah orang yang bisa menjaga kesucian dirinya dan memiliki keimanan yang baik, maka kita juga dituntut untuk menjaga kesucian diri dan meningkatkan keimanan yang ada di dalam dada.

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya”. (QS. An-Nuur [24]:33)

“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), sedangkan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik…” (Q.S. An-Nuur [24] : 26)

Umar bin Khaththab ra. Berkata kepada Abu Zawaid, “Orang yang belum menikah akan cenderung tergoda untuk berbuat kotor atau zina.”

Untuk itu bagi siapa yang belum sanggup untuk menikah sangat dianjurkan untuk berpuasa,
Di samping dengan berpuasa, maka dirinya harus menjauhkan diri dari hal-hal yang bisa membangkitkan timbulnya dorongan seks, seperti melihat sesuatu yang bisa memicu nafsu seksualnya, membaca buku-buku yang berbau porno, berpacaran, membayangkan hal-hal yang bukan-bukan dan sebagainya.

b. Rajin Berdoa, terutama di waktu-waktu mustajab

c. Istikharah

“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al-Baqarah [2] :216)

Rasulullah Saw mengajarkan kepada kita agar membiasakan diri untuk senantiasa melakukan istikharah jika hendak melangkah agar selamat dari kesalahan dan rasa menyesal kelak di kemudian hari. Adapun hasil istikharah itu sendiri bisa berupa mimpi atau adanya kemantapan hati dan kemudahan mendapatkannya kalau memang baik menurut Allah dan meninggalkannya untuk menyongsong ganti yang lebih baik lagi.

Dan tidak sepatutnya bagi orang yang mengaku muslim, memilih pilihan lain sementara Allah telah menetapkan suatu ketetapan yang paling baik buat dirinya. Inilah yang harus disadari oleh setiap muslim agar dirinya tidak sesat.

d. Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu

Sesungguhnya tidak semua orang mendapatkan jodohnya secara cepat, ada yang lambat........................................................................................



Adakalanya jiwa ini mengeluh
karena musibah yang menimpanya,
padahal ada jalan keluarnya
yang semudah membuka ikatan.



Apakah yang disebut bahagia?
Apakah bahagia itu ada pada harta ataukah pada kedudukan dan keturunan?
Jawabannya beragam. Akan tetapi, marilah kita perhatikan kebahagiaan yang dialami oleh seorang wanita yang disebutkan dalam kisah berikut:

Seorang lelaki bertengkar dengan istrinya. Suami berkata, “Sungguh aku akan membuatmu menderita.”

Istrinya menjawab dengan tenang, “Kamu tidak akan mampu.”

Sang suami bertanya padanya, “Bagaimana bisa demikian?”

Istrinya menjawab, “Seandainya bahagia itu terletak pada harta, niscaya engkau dapat mengharamkannya dariku. Atau jika terletak pada perhiasan, niscaya engkau dapat mencegahku darinya. Akan tetapi, tiada sesuatu pun yang engkau dan orang lain dapat memilikinya. Sesungguhnya kebahagiaanku berada dalam imanku; imanku berada dalam kalbuku; dan kalbuku tiada seorang pun yang dapat menguasainya, kecuali hanya TUHANKU.”

Inilah yang disebut kebahagiaan yang sesungguhnya, yaitu kebahagiaan iman. Tiada yang dapat merasakan kebahagiaan ini, kecuali hanya orang yang kalbunya telah dikuasai oleh cinta kepada Allah hingga masuk ke bagian yang paling dalam dan begitu pula jiwa dan pikirannya. Pada hakikatnya, yang memiliki kebahagiaan adalah Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, carilah kebahagiaan dengan taat kepada-NYA. Sesungguhnya satu-satunya jalan untuk meraih kehabagiaan tiada lain hanyalah dengan mengenal agama yang benar yang telah diutuskan kepada Rasulullah Saw untuk menyampaikannya.

Barangsiapa yang telah mengenal jalan ini, maka tidak akan terhalang darinya bila ia tidur di rumah sederhana atau tidur di bawah emper toko atau merasa cukup dengan sepotong roti, untuk menjadi manusia yang paling bahagia di dunia. Berbeda halnya dengan orang yang sesat dari jalan ini, maka usianya akan dipenuhi kesedihan, hartanya menjadi penghalang, ilmunya mendatangkan kerugian, dan kesudahannya adalah beroleh kehinaan dan kekecewaan. Na’udzubillaahi min dzalik…





*******



Sesungguhnya kita memerlukan harta untuk hidup,
Tetapi bukan berarti kita harus hidup demi harta.